Ketika tiba saatnya untuk tidur dan orang-orang yang hadir sudah pada pulang kecuali tuan rumah, Imam Khomeini melihat anak perempuan yang masih kecil, umurnya sekitar empat atau lima tahun, tetapi dia sangat cantik. Imam meminta kepada bapa-nya, iaitu Sayid Shahib untuk menghadiahkan anak itu kepadanya agar dia melakukan mut’ah dengannya, maka si bapak menyetujuinya dan dia merasa sangat senang. Lalu Imam Khomeini tidur dan anak perempuan ada di pelukannya, sedangkan kami mendengar tangisan dan teriakannya! (Sayyid Hussain al-Musawi dalam bukunya Lillahi tsumma littarikh, diterjemahkan menjadi Mengapa Saya Keluar dari Syiah).
Baca
artikel selengkapnya di MISI
MEDIS SURIAH tafhadol
Profil Sayyid Hussain al-Musawi
Written by MSKDS 04 February 2012
Sayyid Hussain al-Musawi bukanlah satu nama yang asing di kalangan kaum/agama Syi’ah. Beliau adalah seorang ulama besar Syi’ah yang lahir di Karbala dan belajar di “Hauzah” sehingga memperolehi gelaran mujtahid daripada Sayyid Muhammad Hussain Ali Kasyif al-Ghitha’. Selain itu, beliau juga memiliki kedudukan yang istimewa di sisi ayatollah Khomeini (tokoh besar imam Syi’ah).
Setelah melalui pengembaraan spiritual yang cukup panjang, akhirnya beliau mendapat hidayah dari Allah. Beliau menemui begitu banyak sekali kesesatan dan penyimpangan di dalam ajaran Syi’ah yang selama ini beliau anuti. Beliau pun mengambil keputusan untuk keluar dari Syi’ah, beliau kembali ke jalan yang benar iaitu jalan Ahlus Sunnah wal-Jama’ah, dan kemudian beliau menulis buku ini demi membongkar segala kedustaan puak-puak dan imam-imam Syi’ah.
Buku ini adalah sebuah ungkapan jujur dari seorang bekas tokoh besar Syi’ah yang masih memiliki nama yang gah di tengah-tengah tokoh Syi’ah lainnya yang hidup mewah bergelumang dengan harta dan wanita sesuka hati dengan berdalihkan alasan agama secara batil.
Kemunculan buku ini ibarat halilintar yang merobohkan tembok pembohongan kaum Syi’ah selama ini. Dengannya kelompok Syi’ah diserang keporak-perandaan dan kacau bilau. Para imam-imam Syi’ah kebingungan untuk menyangkal!
Di antara kesesatan Syiah yang diungkap Sayyid Husain Al-Musawi adalah berkaitan dengan ajaran dan praktik nikah mut’ah (kahwin/nikah kontrak: atau sebenarnya adalah zina) yang dilakukan bukan saja oleh orang-orang Syiah kebanyakan, tetapi juga oleh tokoh-tokoh besar Syiah. Sayyid Hussain, kerana bukunya inilah kemudian mendapatkan ancaman bunuh dari kalangan Syiah. Sebelumnya, dia telah difatwa sesat dan menyesatkan bahkan murtad oleh Husain Bahrululum pada 20 Shafar 1421H di sarang Syiah terbesar, Najaf.
Memang, tokoh-tokoh Syiah yang berusaha meluruskan ajaran Syiah nyaris semua berakhir tragis. Sayyid Abul Hasan Al-Asfahani, Sayyid Musa Al-Musawi, Sayyid Ahmad Al-Kasrawi adalah pembesar-pembesar Syiah yang akhirnya dibunuh kerana berusaha meluruskan ajaran Syiah.
Berikut adalah kesaksian Sayyid Husain Al-Musawi tentang mut’ah yang dilakukan oleh pemimpin tertinggi Syiah sekaligus Pemimpin Revolusi Iran, Imam Ayatullah Khomeini, seperti yang ditulis Sayyid Husain dalam buku tersebut. Berkaitan dengan nikah mut’ah, Sayyid Husain menulis tentang beberapa kisah dari pembesar Syiah lainnya.
Beliau (penulis) antaranya berkata: “Ketika Imam Khomeini tinggal di Iraq, kami ulang-alik berkunjung kepadanya. Kami menuntut ilmu daripadanya sehingga hubungan antara kami dengannya menjadi erat sekali. Suatu waktu disepakati untuk menuju suatu kota dalam rangka memenuhi undangan, iaitu kota yang terletak di sebelah barat Mosul, yang ditempuh kurang lebih satu setengah jam dengan perjalanan menaiki kereta. Imam Khomeini memintaku untuk pergi bersamanya, maka saya pergi bersamanya. Kami disambut dan dimuliakan dengan pemuliaan keluarga Syiah yang tinggal di sana. Dia telah menyatakan janji setia untuk menyebarkan paham Syiah di wilayah tersebut.
Ketika berakhir masa perjalanan, kami kembali. Di jalan saat kami pulang, kami melewati Baghdad dan Imam hendak beristirahat dari keletihan perjalanan. Maka dia memerintahkan untuk menuju daerah peristirahatan, di mana di sana tinggal seorang laki-laki asal Iran yang bernama Sayid Shahib. Antara dia dan imam terjalin hubungan persahabatan yang cukup kental.
Sayid Shahib merasa bahagia dengan kedatangan kami. Kami sampai ke rumahanya waktu Zuhur, maka dia membuatkan makan siang bagi kami dengan hidangan yang sangat luar biasa. Dia menghubungi beberapa kerabatnya dan mereka pun datang. Rumah menjadi ramai dalam rangka menyambut kedatangan kami. Sayid Shahib meminta kami untuk menginap di rumahnya pada malam itu, maka imam pun menyetujuinya. Katika datang maktu Isya’ dihidangkan kepada kami makanm malam. Orang-orang yang hadir mencium tangan Imam dan menanyakannya tentang beberapa masalah dan imam pun menjawabnya.
Ketika tiba saatnya untuk tidur dan orang-orang yang hadir sudah pada pulang kecuali tuan rumah, Imam Khomeini melihat anak perempuan yang masih kecil, umurnya sekitar empat atau lima tahun, tetapi dia sangat cantik. Imam meminta kepada bapa-nya, iaitu Sayid Shahib untuk menghadiahkan anak itu kepadanya agar dia melakukan mut’ah dengannya, maka si bapak menyetujuinya dan dia merasa sangat senang. Lalu Imam Khomeini tidur dan anak perempuan ada di pelukannya, sedangkan kami mendengar tangisan dan teriakannya!
Yang penting, berlalulah malam itu. Ketika tiba waktu pergi kami duduk untuk menyantap makan pagi. Sang Imam melihat kepadaku dan di wajahku terlihat tanda-tanda ketidaksukaan dan pengingkaran yang sangat jelas, kerana bagaimana dia melakukan mut’ah dengan anak yang masih kecil, padahal di dalam rumah terdapat gadis-gadis yang sudah baligh, yang mungkin baginya untuk melakukan mut’ah dengan salah satu di antara mereka, tetapi mengapa dia melakukan hal itu dengan anak kecil?!
Dia berkata kepadaku, “Sayyid Husain, apa pendapatmu tentang melakukan mut’ah dengan anak kecil?”
Saya berkata kepadanya, “Ucapan yang paling tinggi adalah ucapanmu yang benar adalah perbuatanmu dan engkau adalah seorang imam mujtahid. Tidak mungkin bagiku untuk berpendapat atau mengatakan kecuali sesuai dengan pendapat dan perkataanmu. Perlu dipafami bahawa tidak mungkin bagi saya untuk menentang fatwamu.”
Dia berkata, “Sayid Husain, sesungguhnya mut’ah dengan anak kecil itu hukumnya boleh, tetapi hanya dengan cumbuan, ciuman dan himpitan peha. Adapun jima’, maka sesungguhnya dia belum kuat untuk melakukannya.”
Imam Khomeini berpendapat atas kebolehan melakukan mut’ah sekalipun dengan anak yang masih disusui. Dia berkata, “Tidak mengapa melakukan mut’ah dengan anak yang masih disusui dengan pelukan, humpitan paha (meletakkan kemaluan di antara dua pahanya) dan ciuman. (lihat kitabnya berjudul Tahrir al-Wasilah, 1/241, nomor 12).”
Naudzubillah tsumma naudzubillah…
Rincian Buku
Judul : Mengapa Saya Keluar dari Syiah
Penulis : Sayyid Husain Al-Musawi
No ISBN : 978-979-592-189-9
Kategori : Tokoh & Sejarah
Cover : Soft Cover
Isi : 153
Penerbit : Pustaka Al Kautsar
(nahimunkar.com)
Post A Comment:
0 comments: